Kisah Teladan: Tetangga di Surga

Tetangga di Surga Abu Yazid Al Busthami

Abu Yazid Al Busthami adalah seorang yang dikenal rajin bermunajat kepada AllÄh, karena keinginannya masuk syurga. Hatinya senang, pikirannya seolah-olah melayang sampai ke Arasy Tuhan.

“Inilah tempat Rasulullah, semoga aku kelak menjadi tetangganya di syurga,” bisik hati kecilnya. Ketika ia tersadar dari khayalannya, tibA-tiba terdengar suara menyeru.

“Ada seorang hamba yang kelak akan menjadi tetanggamu di syurga. la tinggal di negeri ini”, kata suara itu.

Terdorong hatinya untuk menCari sahabatnya yang kelak menjadi tetangganya di syurga, Abu Yazid pergi mencari orang yang disebutkan itu. Ia berjalan kaki sejauh 100 farsah hingga sampai ke sebuah negeri tempat orang yang disebutkan itu.

Ketika ia akan menjumpai orang itu, seorang lelaki menasehatinya. “Mengapa engkau mencari orang yang fasiq dan peminum arak itu. Padahal dari tanda-tanda di dahimu kau adalah seorang yang shaleh”, ujarnya.

Mendengar nasehat itu, hati Yazid jadi termangu. “Jika demikian, suara yang menyuruhku saat aku bermunajat itu adalah suara syaitan. Mengapa aku harus menurutinya”, bisikknya di dalam hati.

Tetapi ketika dia akan melangkahkan kaki untuk kembali, hatinya kembali termangu, “Aku datang jauh-jauh kemari untuk menemui orang itu, aku tak akan pulang sebelum bertemu dengannya”, bisiknya dalam hati.

"Dimana tempat orang itu”, tanya Yazid.
"Dia sekarang sedang mabuk-mabukkan di tempat ini", ujar lelaki itu seraya menunjuk sebuah tempat.

Maka melangkahlah kaki Yazid menemui orang yang disebutkan itu. Benar juga , di tempat itu ia melihat 40 orang laki-laki sedang mabuk-mabukkan minum khamr, sementara orang yang dicarinya itu tampak duduk diantara mereka.

Begitu melihat kenyataan yang kontras dari apa yang disangkanya sebelumnya, Abu Yazid Al Busthami cepat membalikkan kaki hendak meninggalkan mereka, ia merasa kesal dan putus asa. Tetapi seseorang memanggilnya.

“Hai Abu Yazid, mengapa engkau tidak jadi masuk rumah ini. Bukankah engkau jauh-jauh datang kemari hanya karena ingin bertemu denganku? Katanya engkau mencari seorang tetanggamu di syurga kelak?”, ujar lelaki itu.

Mendengar ucapan orang itu, hati Abu Yazid jadi masygul. Ia tak habis pikir bagaimana orang itu bisa mengetahui maksud kedatangannya, padahal ia belum menyampaikan isi hatinya.

“Engkau begitu cepat meninggalkan rumah ini tanpa mengucapkan salam, tanpa perjumpaan dan nasehat”, kata orang itu lagi yang membuat hati Abu Yazid jadi semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.

Dalam keadaan hati yang galau, Abu Yazid mulutnya seakan terkunci, tetapi ada pergulatan di dalam hatinya.

“Sudahlah Abu Yazid, kau tak perlu banyak berfikir dan merasa heran. Yang menyuruhmu datang kemari telah memberitahukan kedatanganmu kepadaku. Ayo masuklah ke rumahku, duduklah barang sesaat”, ajak orang itu.

Dengan sedikit ragu Abu Yazid menurutinya masuk ke rumah dan duduk diantara mereka yang sedang mabuk-mabukkan itu.

“Hai Abu Yazid, masuk syurga jangan cuma ingin enaknya sendiri. Itu bukan sifat utama dan mulia dari seorang lelaki sepertimu. Dulu ada 80 orang fasik yang suka mabuk-mabukkan seperti apa yang engkau lihat saat ini. Kemudian aku berusaha membiarkan mereka agar bisa menjadi teman dan tetanggaku kelak di syurga. Yang 40 sudah berhasil berhenti dari kefasikan, dan kini tinggal 40 orang ini. Inilah tugasmu membinanya untuk bertaubat agar bisa menjadi tetanggamu kelak di syurga,” tegas orang itu.

Bagai disambar petir hati Abu Yazid mendengar ucapan orang itu. Hatinya merasa terpanggil mengikuti jejak orang itu. Dia bertekad harus bisa menyadarkan 40 orang fasik itu sebagai tetangganya kelak di syurga.

Kepada 40 orang yang tengah mabuk-mabukan itu, lelaki itu kemudian memperkenalkan bahwa orang datang itu adalah Abu Yazid Al Busthami. Dia adalah sahabat mereka yang akan mengajak mereka bersama-sama menjadi penghuni syurga. Dengan dakwah dan pembinaan khusus akhirnya 40 orang itu sadar dan bertaubat. Mereka itulah tetangga Abu Yazid di syurga kelak.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

1 Response to "Kisah Teladan: Tetangga di Surga"