Kisah Diangkatnya Muhammad Menjdai Rasul

14. PERMULAAN TURUNNYA WAHYU
DAN DIANGKATNYA MUHAMMAD MENJADI
NABI/RASULULLAH
 

                Ketika Muhammad memasuki usia 40 tahun; 15 tahun dari perkawinannya dengan Khadijah; beliau sering menyendiri/’uzlah dari khalayak ramai, dengan tujuan untuk menenangkan pikiran, membersihkan hati dan jiwa, dan diharapkan dan pengasingannya itu beliau mendapatkan kebenaran yang hakiki.

                Tempat yang dijadikan khalwat (pengasingan dan menyendiri) oleh Muhammad ialah gua Hira’. Gua Hira’ ini terletak kira-kira 6 Km sebelah utara kota Mekkah; tingginya kira-kira 200 meter.

                Dalam khalwatnya itu Muhammad meninggalkan istri tercintanya Khadijah, kadang-kadang 10 sampai 20 hari, dengan dibekali oleh isti tercintanya yang cukup. Ketika persediaan makanan sudah habis barulah beliau pulang ke kota Mekkah untuk bertemu dengan keluarga dan kaumnya.

                Khalwat dan penyendirian Muhammad ke gua Hira’ ini bukannya untuk mencari nomer atau wangsit; akan tetapi untuk mencari kebenaran yang hakiki, untuk memantapkan hati; dan tentunya khalwatnya Rasulullah ke gua Hira’ ini dituntun oleh Allah, dalam rangka untuk menerima wahyu/risalah kerasulan dan kenabiannya.

                Selang beberapa bulan dan khalwatnya/’uzlahflYa Muhammad ke gua Hita’, yang tepatnya dalam usia 40 tahun, 7 bulan dan 8 hari menurut perhitungan tahun Qomariyah, Muhammad telah diutus oleh Allah swt. menjadi Rasulullah (utusan Allah), dengan menenima wahyu pertama melalui perantaraan Malaikat Jibril di gua Hira’.

                Peristiwa penerimaan wahyu sekaligus pengangkatannya sebagai nabi terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40 dan hari kelahiran Muhammad, atau bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 Miladiyah.

                Pada malam tanggal peristiwa itu, Muhammad sedang khusyuk melakukan ibadah di gua Hira’, tiba-tiba Malaikat Jibril menghampiri Muhammad (yang selama ini Muhammad belum mengenal Malaikat Jibril) seraya berkata:
                “Bergembiralah, wahai Muhammad! Saya ini adalah Jibril, dan engkau adalah utusan Allah kepada umat ini, engkau adalah penyapai kabar gembira, penyampai ancaman, pengajak kepada kebenaran dengan perintah Allah dan sebagai lampu yang menerangi.”

                Sebelum diturunkannya wahyu yang pertama itu, didahului dengan impian yang benar. Jadi sebelum wahyu pertama itu turun, Muhammad sering bermimpi maksudnya mimpi yang berkenaan dengan pengangkatan dirinya sebagai nabi/nasul Allah.

                Selanjutnya malaikat Jibril membentangkan di hadapan Muhammad selembar kain sutra, dan disuruhnya untuk membaca tulisan yang ada dalam kain sutra itu. Tapi Muhammad menjawab: Aku tidak bisa baca dan menulis. Perintah malaikat Jibril menyuruh Muhammad untuk membaca tulisan tersebut sampai tiga kali, dan jawaban yang dilontarkan oleh Muhammad adalah: Saya tidak bisa membaca!

                Akhirnya malaikat jibril merangkul/memeluk tubuh Muhammad dengan sekerasnya, sehingga nafasnya tersendat-sendat, dan diajarkannya membaca tulisan tensebut. Maka akhirnya Muhammad bisa membaca tulisan yang ada dalam kain sutra tersebut.

                Tulisan yang ada dalam kain sutra tadi adalah firman Allah dalam surat Al-’Alaq ayatl-5.
                “Bacalah (hai Muhammad) dengan nama Tuhanmu. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu itu Maha Pemurah. Yang rnengajarkan dengan pena (tulis menulis). Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.”

( Baca Juga : Kehidupan Bangsa Arab Sebelum Islam )

                Jadi ayat 1-5 dan surat Al-’Alaq itulah wahyu pertama yang diturunkan kepada Muhammad sebagai utusan Allah kepada umatnya. Dan dengan demikianlah resmilah Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi seorang nabi dan utusan Allah dengan membawa missi Islam untuk disebarkan kepada kaumnya dan seluruh umat manusia.

                Sesudah malaikat mengajarkan Jibril untuk membaca tulisan itu, dan Muhammad menirukannya dengan lancar, maka malaikat Jibril menghilang dari hadapan Muhammad.

                Dengan hati yang berdebar- debar, diliputi oleh perasaan takut dan cemas, maka pulanglah Muhammad meninggalkan gua Hira’ menuju kota Mekkah. Sesampainya di rumah istrinya Khadijah, maka Muhammad minta diselimuti karena menggigil kedinginan. Maka diselimutilah tubuh Muhammad yang menggigil kedinginan dan pucat mukanya itu oleh Khadijah. Dan tidak lama kemudian tertidurlah Muhammad dengan nyenyak.

                Khadijah yang diliputi perasaan cernas melihat suaminya (Muhammad) sehabis dari gua Hira’ itu, pergi ke rumah seorang pendeta Nasrani yang pandai dengan kitab Suci Taurat dan Injil yang bernama Waraqah bin Nufail untuk minta saran dan pendapatnya tentang keadaan suaminya (Muhammad). Waraqah bin Nufail itu masih ada hubungan famili dengan Khadijah, yaitu anak laki-laki dari pamannya Khadijah.

                Setelah mendengarkan cerita Khadijah mengenai keadaan diri Muhammad suaminya itu, secara spontan Waraqah bin Nufail berkata:
                “Quddus! Quddus! (Suci-suci), Demi Tuhan yang diri Waraqah berada dalam kekuasaan-Nya, jika engkau mempercayai aku, hai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepada suami engkau itu Namus Akbar (rahasia yang paling besar), yang pernah juga datang kepada Nabi Musa dahulu kala. Sesungguhnya ia (Muhammad) adalah seorang nabi buat umat ini. Katakanlah kepadanya supaya hatinya tenang.”

                Sesampai di rumah, Khadijah menceritakan ucapan dan kata-kata Waraqah bin Nufail itu kepada suaminya (Muhammad). Dan untuk menguatkan kata-kata Khadijah itu, maka diajaklah Muhammad menemui Waraqah bin Nufail untuk mendapat keterangan langsung darinya.

                Maka Muhammad menceritakan peristiwa yang terjadi pada dirinya kepada Waraqah dengan selengkap-lengkapnya; maka dengan spontan pula Waraqah bin Nufail berkata:
                “Suci! Suci hai putra saudaraku (Muhammad), ini adalah rahasia yang paling besar, yang telah pernah diturunkan kepada Nabi Musa. Kalau sekiranya aku masih segar, kuat dan masih hidup, ketika kelak kaummu mengusir engkau (aku akan pasti membelamu) .“

                Mendengar ucapan Waraqah bin Nufail, maka Muhammad bertanya: “Apakah kaumku kelak akan mengusirku?” Waraqah bin Nufail menjawab: “Memang, sama sekali tidak ada seseorang yang datang dengan membawa seperti yang engkau bawa itu, melainkan ia akan dimusuhi. Dan jika aku masih sempat mengalami hari itu, maka aku akan memberikan pertolongan yang sekuat-kuatnya kepada engkau.”

                Demikian kisah Diangkatnya Muhammad menjadinabi/rasulullah. Semoga dengan membaca kisah tersebut kita bisa mengetahui kehidupan nabi Muhammad saw.

Sumber:
- Ust. Maftuh Ahnan Asy, 2001. Kisah Kehidupan Nabi Muhammad SAW. Yang Menerbitkan Terbit Terang: Surabaya.

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Kisah Diangkatnya Muhammad Menjdai Rasul"

Post a Comment